Minggu, 01 Desember 2019

Makalah Susu Pateurisasi

TEKNOLOGI BAHAN MAKANAN DAN PANGAN FUNGSIONAL
SUSU PASTEURISASI



Disusun oleh :
Bimo Bayu Aji (181910401016)




PROGRAM STUDI REKAYASA/TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
Oktober, 2019




Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Susu Pasteurisasi ini pada waktu yang telah ditentukan. Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Teknologi Bahan Makanan dan Fungsional yang telah memberikan tugas ini. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan tugas bagi mahasiswa yang tengah mempelajari mata kuliah Teknologi Bahan Makanan dan Fungsional, khususnya mahasiswa S1 Rekayasa/Teknik Kimia Universitas Jember.
            Ucapan terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karenanya kritik dan saran penyusun harapkan sebagai langkah perbaikan kedepannya.
            Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jember, 30 September 2018


            Penyusun



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tulang menjadi kuat, diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu (Ide, 2008). 
Sejalan dengan peradaban manusia dan perkembangan teknologi modern, manusia menemukan cara perlakuan dan praktik pengolahan terhadap susu, sehingga menghasilkan ragam produk susu yang tersedia di pasar bagi penduduk diseluruh dunia. Dengan adanya pengolahan (processing) terhadap susu, maka produk susu yang dihasilkan dapat disimpan lebih lama sebelum dikonsumsi, memungkinkan bagi konsumen menyesuaikan pembelian produk susu dengan fungsi kebutuhan, kegunaan, dan seleranya. Setiap produk susu memiliki daya simpan (shelf life) yang berbeda, sedangkan daya simpan produk susu dipengaruhi terutama oleh kualitas bahan  baku susu (raw milk) yang digunakan (Haris Budiyanto, 2009).
Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 °F selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga sanitasinya. Beberapa bakteri akan bertahan pada suhu pasteurisasi, dalam jumlah yang sedikit, namun mereka dipertimbangkan tidak berbahaya dan tidak akan merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal. Proses pasteurisasi adalah proses pemanasan susu segar untuk membunuh jasad-jasad renik yang dapat membahayakan kesehatan. Seperti diketahui, Kuman penyakit TBC dan Thypus dapat juga berasal dari susu. Karena pasteurisasi juga dapat membunuh sebagian jasad renik pembusuk yang memperpendek daya simpan susu, maka susu yang sudah dipasteurisasi relatif lebih awet dari pada susu segar. Mengenai nilai gizinya, relatif sama dengan susu segar (Haris Budiyanto, 2009).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu Susu Pasteurisasi ?
2.      Bagaimana daya simpan Susu Pasteurisasi?
3.      Faktor apa saja yang mempengaruhi daya simpan Susu Pasteurisasi?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui lebih jelas tentang Susu Pasteurisasi
2.      Untuk mengetahui daya simpan dari Susu Pasteurisasi
3.      Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi daya simpan Susu Pasteurisasi?



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Susu Pasteurisasi
Sejarah pengolahan susu dalam peradaban manusia, dimulai pada Tahun 1900-an,
saat itu terjadi peristiwa dan penemuan bahwa susu dapat menyebarkan tuberculosis,
scarlet fever, dan diphtheria kepada manusia; terhadap ancaman penyebaran penyakit
ini dan insiden wabah penularan melalui susu, maka kesadaran timbul untuk menjaga
dan meningkatkan sanitasi dalam pemeliharaan, pemerahan, dan penanganan produksi
susu, selain itu pula dengan adanya peristiwa tersebut telah menjadi momentum penting,
yakni dimulainya proses pasteurisasi pada susu. Hasilnya terbukti bahwa
peningkatan sanitasi pada kegiatan produksi susu dan proses pasteurisasi susu, sejak
saat itu peristiwa wabah penyakit yang ditularkan melalui susu dapat berkurang secara
drastis.
Pengolahan susu memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yakni : membunuh bakteri pathogen melalui pasteurisasi; menjaga kualitas produk tanpa kehilangan atau penurunan nyata pada flavor, bentuk, kandungan fisik dan nutrisi; dan mengendalikan secara selektif pertumbuhan organisma yang menghasilkan produk/materi/substansi tidak dikehendaki. Sehingga pabrik pengolahan susu menjalankan prosedur pengolahan secara efektif yang ditujukan untuk mencegah kontaminasi bakteri pada bahan baku susu; mengurangi jumlah bakteri di dalam susu; dan menjaga atau melindungi finished product dari potensi rekontaminasi melalui penanganan yang cermat, pengemasan yang memadai, dan penyimpanan yang sesuai. Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 °F selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga sanitasinya. Beberapa bakteri akan bertahan pada suhu pasteurisasi, dalam jumlah yang sedikit, namun mereka dipertimbangkan tidak berbahaya dan tidak akan merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal.
2.2 Daya Simpan Susu Pasteurisasi
Susu pasteurisasi yang dihasilkan dan dipasarkan sangat beragam, dengan perbedaan jenis pasteurisasi yang dilakukannya, pengemasan, dan penyimpanannya, terlebih juga produsen di Indonesia, yang menyertakan atau menambahkan flavor (aroma dan rasa) ke dalam produk susu pasteurisasi yang dihasilkannya. Pada tabel berikut ini disajikan perbandingan jenis pasteurisasi dengan perbedaan daya simpannya.

Tabel 2.1 Perbandingan jenis Pasteurisasi dengan perbedaan daya simpan
Sumber

Jenis Pasteurisas

Daya Simpan

Keterangan

Boor (2001)

HTST

14 hari
(disimpan
dalam lemari
es)
Daya simpan dibatasi oleh
pertumbuhan bakteri
psychrotrophic, perubahan aroma
(off-flavors) disebabkan
pertumbuhan jumla
Douglas dkk. (2000)
Digunakan suhu
yang lebih tinggi
dari HTST
(78°C,16-30 detik)
15 – 25 hari
(disimpan
dalam lemari
es).
Dillakukan oleh industri
pengolahan susu dengan teknologi
pengisian dan kemasan,
membunuh lebih banyak
mikroba,dan mengurangi
kontaminasi.
Fromm dan Boor (2004)
Setelah hari ke – 17, pada
penyimpanan di lemari es, bakteri
gram-positif pembentuk spora
ditemukan, bakteri ini penyebab
utama pencemaran pada susu.
www.foodsafetysite.com

Ultrapasteurization
280° F (138° C),
selama 2 detik
(tanpa kemasan
hermatis)
60-90 hari
(disimpan
dalam lemari
es).
Dengan pertimbangan kemasan
yang digunakan umumnya kurang
kuat, maka produk susu
pasteurisasi ini harus segera
didinginkan selama penyimpanan.
Ultra-High
Temperature
(UHT)
Pasteurization
280°- 302°F (138°-
150°C), selama 1-2
detik

90 hari (tanpa
disimpan dalam
lemari es).
Produk susu ini umumnya
dikemas dalam keadaan steril,
dengan kemasan berlapis
hermatis, dapat disimpan tanpa
pendinginan selama
penyimpanan.

Dalam industri persusuan internasional saat ini, pembahasan tentang pentingnya kualitas susu terutama berdasarkan jumlah bakteri (total plate count disingkat TPC) dan jumlah sel somatic (somatic cell count disingkat SCC) pada bahan baku susu merupakan topik yang aktual bagi produsen susu, karena keduanya merupakan factor yang menentukan kemampuan berapa lama produk susu yang dihasilkannya dapat disimpan selama proses distribusi dan pemasaran, hingga akhirnya dikonsumsi oleh pelanggan. Pemeriksaan dan pengendalian terhadap TPC dan SCC pada bahan baku susu semakin intensif dilakukan oleh produsen susu, terutama bagi produsen susu yang beroperasi pada pasar produk susu internasional, produsen susu (Australia, Amerika Serikat, dan Eropa) berharap dapat memasuki pasar susu di negera-negara berkembang, dengan keunggulan kualitas produk susu yang dihasilkannya, selain kandungan nutrisi dan aspek daya simpannya. Standar kualitas bahan baku susu berdasarkan TPC dan SCC harus dijadikan landasan kepentingan perlindungan kesehatan publik, bukan hanya semata untuk memaksimasi kepentingan produsen produk susu dengan memperpanjang daya simpannya.
2.3 Faktor yang mempengaruhi daya simpan Susu Pasteurisasi
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperlukan tanggungjawab produsen susu pasteurisasi untuk menjamin bahwa daya simpan yang dicantumkan pada produknya dapat diteliti secara seksama, berdasarkan TPC dan jumlah Bacillus cereus, disesuaikan dengan suhu penyimpanan yang disarankan kepada para konsumennya. Dalam hal ini, tampak pada kurva prediksi bahwa pada suhu penyimpanan yang tidak sesuai (9 °C dan di atasnya), maka pencemaran susu pasteurisasi akan banyak disebabkan oleh Bacillus cereus. Namun bukan berarti penyimpanan di bawah 9 °C akan tetap aman, bakteri lainnya yang bersifat psychrotrophic akan menjadi penyebab kerusakan dan keracunan pada susu. Dalam hal ini, penulis menilai bahwa pemeriksaan dan penyortiran bahan baku susu berdasarkan TPC menjadi faktor penting untuk menghasilkan susu pasteurisasi yang berkualitas baik dan memiliki daya simpan yang cukup lama. Sebagaimana dimaklumi bahwa pengendalian TPC yang terkandung pada susu segar dalam negeri masih menjadi persoalan yang pelik, batas jumlah mikroba 3 juta per ml saja masih sulit dicapai, lebih berat lagi bila dihadapkan pada standar yang berlaku secara internasional (1 juta per ml). Sementara, kualitas susu segar di Australia, Amerika Serikat, dan Eropa, mampu menekan jumlah miroba hingga kurang dari 200.000 per ml, dari bahan baku susu segar yang berkualitas ini mereka mampu menghasilkan produk susu pasteurisasi HTST yang berdaya simpan sampai 12 hari, dibandingkan dengan produk susu pasteurisasi yang dihasilkan oleh unit pengolahan susu koperasi, daya simpannya berkisar 4-6 hari (pada suhu penyimpanan 4 °C).
Bagi industri pengolahan susu di Indonesia, penggunaan teknologi UHT dan pemanfaatan susu rekombinasi merupakan solusi yang dapat ditempuh saat ini untuk dapat beroperasi dan mampu memasarkan produk susu pasteurisasi di pasar domestik, sehingga pada satu sisi masih dapat menerima pasokan susu segar dalam negeri dan pada sisi lain secara komersil masih dapat menghasilkan produk susu pasteurisasi (UHT) yang berdaya simpan lebih lama (sampai 90 hari), dengan kemasan berlapis hermatis, dapat disimpan tanpa pendinginan selama penyimpanan, sebagian berbentuk plain, dan sebagian lain diberi flavor, dalam hal ini flavor (seperti coklat atau strawberi) yang ditambahkan dapat mengurangi atau menutupi flavor gosong yang khas pada susu pasteurisasi UHT. Salah satu produk susu cair prosuksi Industri Pengolahan Susu (IPS) di Indonesia, yang menggunakan UHT sterilisasi (140 °C selama 4 detik), dengan kemasan karton yang berlapis polyethylene plastic, aluminum foil, dan kertas memberikan jaminan daya simpan hingga 10 bulan, pada penyimpanan suhu kamar (tidak didinginkan), namun jika kemasan sudah dibuka, masih layak untuk dikonsumsi dalam waktu 7 hari (pada suhu penyimpanan 4 °C).
Sementara upaya menekan TPC pada bahan baku susu segar dalam negeri masih menjadi persoalan yang pelik, masih ada faktor lainnya yang perlu diperhatikan untuk dapat menghasilkan produk susu pasteurisasi yang berkualitas dan berdaya simpan yang lebih lama, faktor itu adalah SCC. Produsen susu pasteurisasi umumnya tidak cukup fokus untuk memperhitungkan SCC sebagai salah satu ukuran untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkannya. Kandungan SCC yang tinggi pada bahan baku susu segar dapat menimbulkan kerusakan pada susu pasteurisasi, walaupun TPC rendah. SCC yang tinggi menimbulkan peningkatan enzim protease yang tahan panas (plasmin) dan lipase pada susu, enzim dimaksud akan menyebabkan kerusakan pada protein dan lemak, selama proses penyimpanan susu pasteurisasi, dan menhasilkan “off flavors”, sehingga SCC menjadi faktor lainnya yang mengurangi daya simpan, selain TPC. Secara umum SCC untuk standar internasional (untuk bahan baku susu) dalam kisaran kurang dari 100.000 sel/ml s.d. 300.000 sel/ml, sedangkan di Indonesia toleransi jumlah sel radang maksimum 4 X 10 5/ml. Untuk mengatasi kecenderungan kandungan SCC yang tinggi pada bahan baku susu ini dan pengaruhnya setelah pasteurisasi, maka suhu penyimpanan yang tepat sangat perlu diperhatikan, agar daya simpan produk susu pasteurisasi dapat dipertahankan relatif lebih lama.



BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.      Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 °F selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga sanitasinya.
2.      Daya simpan Susu Pasteurisasi bergantung pada suhu yang digunakan pada saat pemanasan. Variasi suhu digunakan untuk mengetahui mikroba apa saja yang akan mati dan bertahan pada saat pemanasan.
3.      Faktor yang mempengaruhi daya simpan Susu Pasteurisasi adalah TPC dan SCC

3.2 Saran
                Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu diharapkan pembaca dapat mendapat ilmu dan juga dapat memperbaiki dan mengembangkan makalah ini. Penulis berharap pembaca dapat memahami dengan benar isi makalah dan dapat diterapkan pada kehidupan.



DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto Haris. 2009. Analisis Daya Simpan Produk Susu Pasteurisasi Berdasarkan Kualitas Bahan Baku Mutu Susu. Paradigma. Vol X. No. 2. Hal: 198.
Ide, P. 2008. Healt Secret Of Kefir. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar