TEKNOLOGI BAHAN MAKANAN DAN PANGAN FUNGSIONAL
PENGALENGAN IKAN SARDEN
Disusun oleh :
Bimo Bayu Aji (181910401016)
PROGRAM STUDI REKAYASA/TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
November, 2019
2.2.1 Pengawetan secara Kimia
2.2.2 Pengawetan Makanan secara Biologi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt
yang telah memberikan rahmat,
taufik, dan hidayah -Nya
sehingga Makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Kedua kalinya shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW
sehingga Makalah yang berjudul yang
berjudul “Pengawawetanbahan Makanan (Pengalengan Ikan Sarden)” dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini
di buat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Bahan Makanan Dan Pangan
Fungsional. Melalui kesempatan ini
pula penulis sampaikan terima
kasih kepada :
Dosen pengapu mata kuliah bu Istiqomah Rahmawati
S.Si., M.Si., dan seluruh
pihak yang ikut
membantu dalam menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Harapannya makalah ini dapat bermanfaat bagi
khalayak umum baik sebagai referensi
penelitian maupun yang
lainnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
sehingga dapat mempermudah
dalam menyelesaikan tugas sehari-hari. Kritik
dan saran juga
diharapkan dari penulis
agar dapat menyempurnakan karya
tulis ilmiah ini.
Jember, 7 September 2019
Penulis
Ikan
sarden merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam
berbagai bentuk olahan. Jenis ikan sarden yang banyak terdapat di Indonesia
adalah ikan lemuru. Karena nama lemuru kurang dikenal di masyarakat, maka
dipergunakanlah nama sarden yang juga merupakan nama genus dari ikan lemuru
ini. Menurut Rasyid (2013) ikan lemuru (Sardinella.sp) merupakan jenis
ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di perairan Indonesia. Ikan
lemuru termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di
Indonesia, harganya relatif rendah dan cepat mengalami penurunan mutu. Hasil
perikanan merupakan komoditi yang cepat mengalami kemunduran mutu, atau
mengalami pembusukan, karena ikan mempunyai kandungan protein (18-30%) dan air
yang cukup tinggi (70-80%) sehingga merupakan media yang baik bagi perkembangan bakteri pembusuk.
Kelemahan tersebut sangat menghambat usaha pemasaran hasil ikan bahkan
menimbulkan kerugian besar. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan daya simpan dan kualitas produk perikananmelalui proses pengolahan
atau pengawetan. Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi
ikan dari pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk
memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan.
Salah satu jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan
zat-zat mikroorganisme adalah pengalengan ikan (Fadli, 2011).
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan secara
modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan.
Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baikkaleng, gelas atau
alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat
rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,kerusakan oksidasi
maupun perubahan cita rasa. Oleh karena itu pada makalah ini akan dijelaskan
lebih detail tentang pengalengan ikan.
Pengalengan
merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetanikan modern yang dikemas
secara hermatis dan kemudian di sterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermatis
dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau alumunium. Pengemasan secara
hermatis dapat diartikan bahwa penutupannyasangat rapat, sehingga tidak dapat
ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasimaupun perubahan cita rasa (Fitri,
2015). Pengalengan ikan sarden ini umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan
menggunakan bahan baku ikan lokal dan dapat pula dipasok dari ikan impor untuk
memenuhi kebutuhan produksi perusahaan. Pengalengan mengakibatkan ikan
mengalami peningkatan harga jual dan dapat dipasarkan ke masyarakat luas
(Maleva 2011).
1. Apa pengawetan
makanan ?
2. Bagaimana
proses pengawetan makanan dengan cara pengalengan ?
3. Apa itu
sarden ?
4. Bagaimana
cara pengolahan ikan sarden ?
1.
Untuk mengetahui apa itu
pengawetan makanan
2.
Untuk mengetahui proses pengawetan makanan
3.
Untuk mengetahui produk sarden
4.
Untuk mengetahui proses pengoahan
ikan sarden
Pengawetan
makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat makanan yang memiliki daya
simpan yang lebih lama serta mempertahankan sifat - sifat fisik dan kimia
makanan yang diawetkan.
Pengawetan makanan harus memperhatikan jenis bahan makanan yang diawetkan,
keadaan bahan makanan, cara pengawetan, dan daya tarik produk pengawetan
makanan. Teknologi pengawetan
makanan yang dikembangkan dalam skala industri masa kini berbasis pada cara-cara tradisional yang dikembangkan untuk memperpanjang masa konsumsi bahan
makanan. Tujuan pengawetan yaitu menghambat
atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan
terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan. Salah satu
cara pengawetan adalah penambahan bahan pengawet (Fauzi, 2015). Efektivitas suatu pengawet ditentukan oleh macam dan
konsentrasinya, komposisi bahan pangan, jenis dan populasi mokroba yang akan
dihambat, serta media yang akan dibubuhi pengawet. Umumnya, semakin tinggi
konsentrasi pengawet yang digunakan, semakin besar efektivitasnya. Untuk memperoleh
daya kerja optimal harus diperhatikan macam pengawet, serta jenis dan populasi
mikroba yang akan dihambat atau dihentikan pertumbuhannya (Nurnaningsih, 2015).
Proses pengawetan lebih tepat dikatakan sebagai
usaha untuk menghambat kerusakan karena lambat atau cepat bahan yang telah
diawetkan akan mengalami kerusakan juga. Bahan yang awet mempunyai nilai yang
lebih tinggi daripada bahan yang tidak awet karena resiko terjadinya kerusakan
dapat diperkecil. Bahan yang awet meskipun mengalami perubahan-perubahan,
proses terjadinya perubahan itu sangat lambat sehingga seolah-olah bahan itu
tidak mengalami perubahan. Bahan yang diawetkan mudah cara penanganannya karena
sortasi tidak perlu dilakukan serta kemungkinan penularan atau kontaminasi
dapat diperkecil. Biasanya bentuk bahan yang diawetkan dapat mudah diatur
dengan ringkas dan praktis (Supli, 2015).
2.2.1 Pengawetan secara Kimia
Pengawetan
makanan secara kimia yaitu dengan menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula
pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam
sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia
sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan (Supli,
2015). Pengawetan secara kimia paling banyak dilakukan orang karena
cara ini dianggap paling mudah dan paling murah. Pengawetan secara kimia meliputi :
a.
Penggaraman
b.
Pengasaman
c. Pemanisan
d.
Penggunaan bahan pengawet
2.2.2 Pengawetan Makanan secara Biologi
Pengawetan
secara biologis adalah pengawetan dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Pengawetan
makanan secara Biologi meliputi:
a. Peragian (Fermentasi)
Pengawetan secara biologis, misalnya peragian (fermentasi) adalah proses
produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum,
fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat
definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi
dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal (Fitri,
2015).
b. Enzim
Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel
hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang
terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme
yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan makanan seperti daging, ikan susu,
buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif
bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan
pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal
mungkin, tetapi yang merugikan harus dicegah (Supli,
2015).
Merupakan
metode pengawetan
yang melibatkan pendekatan fisik. Metode pengawetan secara fisik mematikan
mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan
pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara
pengeringan yaitu pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan
pengemasan yang mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Berikut ini adalah
macam-macam pengawetan makanan secara fisik :
a. Pengeringan
Teknik pengeringan
membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara
dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada
makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan. Proses pengeringan
akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut
didalam bahan makanan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam
bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju
reaksi kimia maupun enzimatis (Fitri, 2015).
b.
Pemanasan
Pengawetan makanan dengan metode pemanasan yaitu dengan cara :
Ø Blansir (blanching)
Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 1000C selama
beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap air panas.
Ø
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan tujuan untuk
membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab
penyakit TBC, disentri, diare dan penyakit perut lain.
Ø
Sterilisasi
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan
yang sifatnya tidak asam atau lebih dikenal dengan bahan pangan berasam rendah.
Yang tergolong bahan pangan berasam rendah adalah bahan pangan yang memiliki pH
lebih besar dari 4,5 misalnya seluruh bahan pangan hewani seperti daging, susu,
telur dan ikan, beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung.
c.
Pengeluaran Udara (Oksigen)
Penghilangan udara akan
mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan
enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme
aerobic (Fitri,
2015).
d.
Pendinginan
Teknik ini adalah teknik
yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan
di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan
pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan
atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa
juga dengan menaruh di wadah yang berisi es (Fitri, 2015).
e.
Teknik Iradiasi
Iradiasi pangan adalah
suatu teknik pengawetan pangan dengan menggunakan radiasi ionisasi secara
terkontrol untuk membunuh serangga, kapang, bakteri, parasit atau untuk
mempertahankan kesegaran bahan pangan (Fitri, 2015).
f.
Pengalengan
Pengalengan merupakan
penerapan dari pengawetan dengan mempergunakan suhu tinggi, dengan
melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan
suhu tinggi (sterilisasi) (Supli, 2015).
Sarden/lemuru (sardinella sp)
memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang, posisi sudut mulut
ikan tersebut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh berbentuk
torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak di pertengahan dengan
permulaan dasar didepan sirip perut, sirip dada di bawah linea
lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor berbentuk bulan sabit
(swagger, 2012). Lemuru (sardinella sp) adalah pemakan zooplankton
danfitoplankton terutama copepoda. Ikan sarden kaya akan kandungan omega-3
yaitu EPA (eicosapentaenoic) dan DHA (docohexanoic acid ),
salah satu jenis lemak tak jenuh yang di yakini punya banyak manfaat untuk
kesehatan. Ikan sarden mengandung EPA 1.381 mg/100 gram dan DHA 1.138
mg/100 gram. EPA merupakan asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat
memperlebar salurandarah, mencegah pergeseran cairan darah, menurunkan tekanan
darah,menurunkan lemak netral dalam cairan darah, meningkatkan HDL (high
densitylipoprotein) yang merupakan kolesterol baik menekan LDL (low
densitylipoprotein) yang merupakan kolesterol jahat, sehingga dapat
mencegah penyakit jantung, mencegah kegemukan karena menekan bertambahnya sel
lemak dan mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. DHA merupakan salah satu
asam lemak tak jenuh, bersama-sama dengan EPA merupakan vitamin F berfungsi
mengaktifkan sel-sel otak. Fungsi lain dari DHA adalah menurunkan kepekatan
kolesterol dalam cairan darah, mencegah pergeseran cairan darah, mencegah
kanker, mencegah histamin penyebab alergi dan memperlambat proses penuaandan
pemikunan (Ghufran, 2011).
3.1 Metode
Pengawetan
Metode
pengawetan ikan sarden dilakukan dengan cara pengalengan. Pengalengan merupakan
salah satu pengawetan ikan dengan menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam
kaleng. Pengalengan juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan
bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba
dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara
komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia
khususnya) dan mikroba pembusuk
(penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian sebenarnya
pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan, perubahan
kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa (Fadli, 2011).
Pengalengan ikan ialah suatu cara pengawetan bahan pangan (ikan) yang dikemas
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya)
dan disterilkan dan tujuan pengalengan ikan yaitu melindungi ikan dari pembusukan dan kerusakan atau memperpanjang
daya awet dan mendiversifikasikan hasil perikanan (Mayasari, 2013). Pengawetan makanan
dalam kaleng diartikan sebagai suatu cara
pengolahan untuk menyelamatkan bahan makanan dari proses pembusukan.
Pengalengan adalah salah satu cara pengawetan dengan menggunakan suhu tinggi
(110 -120ºC). Suhu tinggi tersebut digunakan untuk mematikan semua
mikroorganisme (bakteri pembusuk dan bakteri patogen seperti Clostridium
botulinum, termasuk spora yang ada) agar produk menjadi lebih steril.
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan makanan,
terutama ikan dan hasil perikanan lainnya, dari pembusukan. Pengalengan ini
daya awet ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini
dibutuhkan penanganan yang lebih intensif serta ditunjang dengan peralatan yang
serba otomatis. Sebab dalam proses
pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah
yang ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari
luar tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam
jangka waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa
pada produk yang dikalengkan (Wulandari,
2009).
4.1 Proses
Pengalengan Ikan
Secara umum proses pengalengan meliputi tahap–tahap
persiapan bahan mentah, pemasakan pendahuluan, pengisian bahan ke dalam
kemasan, pengisian medium, penghampaan udara, proses sterilisasi, pendinginan
dan penyimpanan (Winarno, 1994). Ikan secara alami dalam proses
pemanfaatanya akan mengikuti pola kemunduran mutu, dimana setelah ikan mati akan menjadi busuk dalam waktu 5 – 8 jam pada suhu
kamar (25 – 30˚c). Oleh karena itu ikan yang masih segar hendaknya segera
diolah atau dimanfaatkan.
Memastikan dapat dihasilkan
olahan ikan (produk akhir) yang
bermutu diperlukan tingkat kesegaran
bahan baku yang
tinggi, yaitu dengan
tingkat mutu organoleptik minimal
7,5. Sebab ikan
segar akan melewati
tahap– tahap pengolahan yang mengarah
pada seringnya penanganan
secara fisik, sehingga
bila tingkat kesegaran
bahan baku tidak cukup tinggi
akan dihasilkan produk ikan kaleng yang tidak bermutu.
4.1.1
Penyediaan dan Pemilihan Bahan Mentah
Persiapan
bahan dimulai dari pemilihan bahan yang akan dikalengkan, pencucian, pemotongan
menjadi bagian– bagian tertentu
dan persiapan untuk
proses selanjutnya. Pencucian
bertujuan menghilangkan kotoran- kotoran dan benda asing yangtidak
diinginkan. Bagian ini juga diharapkan dapat
mengurangi resiko pertumbuhan
bakteri yang sangat
berguna dalam efektifitas
sterilisasi. Pada pengalengan,
kesegaran ikan memegang
peranan sangat penting.
Bila kesegaran sudah menurun,
maka mutu ikan
kaleng ikut menurun. Setelah
ikan mati jaringannya akan mengalami
serangkaian perubahan yang
pada akhirnya dinyatakan
busuk atau tidak
dapat dimakan. Perubahan – perubahan ini terutama disebabkan oleh sistem
enzim dalam tubuh ikan itu sendiri,
maupun oleh enzim
yang berasal dari
mikroorganisme pembusuk. Perubahan
oleh enzim ikan itu
sendiri merupakan penyebab
terjadinya rigor mortis dan
post rigor. Enzim
yang berasal dari mikroorganisme menyebabkan
terjadinya proses pembusukan.
Pada waktu ikan
mati, suplay oksigen ke jaringan
otot berhenti dan aktifitas enzim berlangsung dalam kondisi anaerobic. Pada kondisi ini
ATP (adenosin triphosphate) diuraikan
menjadi ADP (adenosin
diphosphate) yang
kemudian mengeluarkan dan
memindahkan energi ke
jaringan otot sehingga
dapat berkontraksi. Kontraksi ini
mencapai puncaknya (rigor mortis) ketika ATP dan pH mencapai minimum. Jaringan
menjadi lembek kembali
(post rigor) dan
enzim terus menguraikan
protein menjadi senyawa nitrogen sederhana yang diperlukan
bagi pertumbuhan mikroorganisme dan bersamaan dengan ini proses pembusukan
masih terus. Tempat, cara
dan lama penyimpanan bahan mentah akan mempengaruhi mutu produk akhir.
Sebab, dari dalam penanganan permulaan inilah mutu bahan mentah dapat
ditentukan. Jadi, meskipun waktu disimpan dalam palka ikan masih segar tetapi
apabila penanganan dan penyimpanan ikan secara sembarangan, maka suhu produk
akhir pasti tidak akan memenuhi syarat. Persyaratan bahan mentah untuk
pengalengan ikan lemuru adalah sebagai berikut : ikan yang diolah tidak berasal
dari perairan yang tercemar baik disengaja atau tidak disengaja oleh kotoran
manusia dan hewan yang dapat membahayakan kesehatanmanusia melalui produk yang
dihasilkan. Ikan mempunyai mutu
yang baik dan
bersih, segar dan bebas
dari setiap bau
yang menandakan adanya
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, serta bebas dari sifat
alamiah lain yang dapat
menurunkan mutu produk
serta tidak membahayakan
kesehatan serta secara organoleptik bahan baku harus
mempunyai rupa dan warna spesifik ikan lemuru, bau segar spesifik jenis, daging
elastis, padat, dan kompak serta rasanya netral agak manis. Satu sifat khusus
ikan lemuru adalah kulit/sisiknya yang lunak. Dalam persiapan pengalengan,
kulit ikan ini tidak dibuang bahkan sangat dijaga jangan sampai ada terlalu
banyak yang rusak atau terkoyak sampai
saat ikan lemuru
kaleng tersebut dihidangkan.
Karena pada warna
sisik yang putih keperakan itulah daya tarik ikan lemuru
dalam kaleng (Belvi, 2006).
1.1.2
Penanganan Bahan Mentah
Agar bahan
baku ikan lemuru
tetap terjaga mutunya
sebelum di olah, maka
dapat dilakukan dengan pemberian
garam dan es. Penggunaan garam untuk pengawetan dapat dilakukan bila jarak
waktu sejak ikan ditangkap sampai pada waktu proses pengalengan tidak terlalu
lama. Jenis garam yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan yangditetapkan
oleh Depkes RI (SNI 01-3548.2-1994). Pendinginan dengan menggunakan es adalah
cara pengawetan paling praktis dan sederhana bila penyimpanan sebelum pengalengan
masih lama. Oleh karena itu, sebuah pabrik pengalengan dianjurkan agar
menyediakan ruang pendingin khusus untuk menampung kelebihan ikan. Ikan yang
baru datang sebaiknya dicuci bersih dan disortir untuk memisahkan ikan yang
sudah rusak sebelum didinginkan kembali. Suhu terendah pada ruang pendingin
mekanis sebaiknya ditentukan sampai 0˚C, sebab kalau lebih rendah lagi
dikhawatirkan terjadi slow freezingpada
permukaaan badan ikan. Es harus dibuat
dari air yang
bersih, yang memenuhi
persyaratan air minum. Dalam penggunaannya, es harus ditangani dan
disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi
dari luar.
4.1.3. Penyiangan dan Pencucian
Penyiangan
dan pencucian bahan
mentah harus diawasi
baik – baik, sesuai dengan
syarat – syarat kesehatan. Sebab, langkah permulaan ini menentukan mutu dan
besarnya kerugian – kerugian akibat pembusukan dan kerusakan fisik. Ikan
setelah disiangi lalu dicuci sampai bersih. Pencucian menggunakan rotary drum
untuk menghilangkan sisik dan sisa darah yang masih menempel pada daging
ikan. Air pencuci sebaiknya yang mengalir, sebab bila tidak kotoran akan
terkumpul dalam bak pencuci dan
justru akan menjadi
sumber kontaminasi dan
pembusukan. Air yang digunakan
dalam semua proses harus memenuhi persyaratan standar air minum. Persediaan air
bersih harus cukup banyak. Penyiangan dan pencucian bahan mentah harus diawasi
sebaik-baiknya sesuai dengan persyaratan
kesehatan. Sampah dan
sisa-sisa isi perut
harus segera dibuang
dan diletakkan terpisah dari produk. Alat-alat yang digunakan segera
dibersihkan kembali oleh petugas tersendiri agar pekerja tidak terganggu
kebersihannya. Bak - bak sampah dan selokan pembuangan selalu dibersihkan
setelah selesai operasi.
Sampah dan ruangan
yang kotor merupakan
sumber sumber bakteri pembusuk
maupun bakteri patogen, untuk itu harus sedapat mungkin dihindarkan dari
produk dan mendapatkan perlakuan khusus.
4.1.4. Perlakuan Terhadap Bahan Mentah sebelum
Dikalengkan
Potongan
ikan atau daging ikan
yang telah dimasukkan
dalam kaleng sebelum
ditambahkan saus dan kemudian ditutup biasanya sudah dalam keadaan
masak, jadi bahan baku ikan segar yang akan
dikalengkan itu sebelumnya
mengalami perlakuan berupa cara – cara
pengolahan atau pengawetan sesuai
dengan jenis dan besar ikan sertajenis produk ikan kaleng yang akan diproduksi.
Perlakuan pengolahan itu salah satunya adalah precooking atau pengukusan awal.
Apabila daging dipanasi, maka sebagian air yang terkandung yang berasal dari
protein daging akan keluar. Hal ini tergantung pada kandungan lemaknya. Sebab
itu perlu sekali untuk mengukus ikan dan membuang airnya sebelum kaleng
ditutup, yaitu dengan meniriskan atau mengukusnya sebelum dipotong-potong. Lama
pengukusan dan suhu
yang tinggi tidak
boleh berlebihan. Apabila
suhu terlalu tinggi selain dapat mempengaruhi rupa dan tekstur ikan juga
akan banyak air yang keluar. Hal
ini akan menyebabkan
menurunnya mutu ikan. Keseimbangan antara
lamanya pemasakan, tinggi suhu,
mutu daging serta biaya produksi hendaknya selalu dijaga.
4.1.5. Pengisian Ikan dalam Kaleng
Pengisian bahan ke dalam kaleng harus seragam
dengan tujuan mempetahankan keseragaman rongga
udara (head space),
memperoleh produk yang
konsisten dan menjaga
berat bahan secara tetap. Ukuran kaleng harus disesuaikan
dengan besarikannya. Ikan – ikan lemuru yang besar atau sedang umumnya dikemas
dalam kaleng berdiameter 3,01 inchi, dan yang berukuran kecil dikemas
dalam kaleng yang
berdiameter 2,02 inchi.
Agar mutu ikan
tetap baik, cara pengisian ikan yang sudah
dipotong-potong ke dalam kaleng harus
sepadat mungkin supaya tidak mudah
rusak akibat goncangan
waktu pengemasan atau
pengangkutan. Umumnya pengisian dilakukan dengan menggunakan
tangan. Pemotongan ikan harus dibuat sesuai bentuk dan ukuran kaleng, sehingga
isi sebuah kaleng
cukup dengan beberapa
potong. Potongan ikan
diperkirakan tepat dengan isi kaleng, sehingga jarak antara permukaan
ikan setelah ditambah brine dengan bibir kaleng kira-kira
setinggi 3 -
4,5 mm. Hal
ini untuk mendapatkan ruang
hampa yang cukup.
Di dalam head spacekaleng yang normal terdapat banyak gas nitrogen
dengan sedikit karbon dioksida dan
hidrogen. Jumlah oksigen
yang masih ada
pada waktu exhausting dan double
seaming pada umumnya menurun
dengan meningkatnya korosi
dari kaleng dan
oksidasi dari produk.
Biasanya kandungan karbon dioksida, hidrogen atau oksigen dibawah 1 %
dan selebihnya adalah nitrogen. Jika
menyimpang dari dari
kondisi tersebut, hal
ini bisa memberikan petunjuk
dari perubahan – perubahan yang terjadi di dalam kaleng
yaitu apakahkaleng yang abnormal yang disebabkan oleh aktifitas mikroba,
korosi dari kaleng
atau kerusakan produknya
sendiri. Sebelum dipakai
kaleng harus bersih dan kering.
4.1.6. Pemvakuman Udara
Pemvakuman
udara (exhausting) adalah penghampaan udara dan gas dari dalam kaleng yang telah
terisi ikan. Sebagian besar oksigen dan gas lain harus dihilangkan dari bahan
di dalam wadah sebelum operasi penutupan.
Dalam wadah yang
sudah ditutup tidak
diinginkan adanya oksigen, karena gas
ini dapat bereaksi
dengan bahan pangan
atau bagian dalam
kaleng sehingga akan mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur
simpan produk. Exhausting juga berguna untuk
memberikan ruangan bagi
pengembangan produk selama proses
sterilisasi, sehingga kerusakan seperti
penggembungan kaleng akibat
tekanan produk dari
dalam dapat dihindarkan. Operasi exhausting dapat
dilakukan dengan cara melewatkan kaleng yang masih terbuka (setelah tahap pengisian)
ke dalam suatu
terowongan (exhaust box),
dimana digunakan uap
air sebagai medium pamanasan.
4.1.7. Penambahan Medium
Pada
proses pengalengan ikan,
digunakan banyak jenis
medium seperti saus
tomat, saus minyak, dan
brine tergantung dari
jenis ikan yang
dikalengkan. Selain untuk
memberikan rasa tertentu pada
daging ikan yang
dikaleng dan menonjolkan
rasa sedap alami,
medium pada ikan kaleng
juga mempunyai fungsi lain,
yaitu memperpendek waktu
sterilisasi (mempercepat
perambatan panas) terutama
untuk medium yang
berupa saus, serta dapat mengurangi korosi pada kaleng dengan
cara menghilangkan udara. Medium yang dipakai
pada proses pengalengan
ikan lemuru adalah
saus tomat, saus
pepaya, pengental, garam,gula dan sebagainya. Suhu saus tomat
pada waktu pengisian ke dalam kaleng adalah antara 70˚C – 80˚C.
4.1.8. Penutupan Kaleng
Penutupan
kaleng dilakukan dengan mesin penutup kaleng. Cara-cara penutupan kaleng adalah
sebagai berikut : Kaleng dengan tutup diatasnya diletakkan pada lifterlalu
dinaikkan, sampai tutup kaleng
merekat pada chuck, lalu
rol pertama mulai
bekerja. Mula-mula mendekati
chuck. Perputaran mesin menyebabkan
tepi tutup kaleng
menyentuh lekukan pertama
pada rol pertama, sehingga tepi
tutup terlipat ke
bawah lalu dibengkokkan
lagi ke atas.
Begitu rol pertama
selesai bekerja, rol kedua bekerja yaitu mendekati chuckdan dengan
lekukan yang lebih lebar, rol tersebut menekan
lipatan yang sudah
terbentuk pada rol
pertama, sementara mesin
masih terus berputar. Setelah rol kedua selesai bekerja
dan menjauhi chuck, lifterbersamaan kaleng yang telah tertutup
turun lagi dan
selesailah proses penutupan
kaleng. Pengujian kaleng
dimulai dengan pengukuran seam
height dan seam
thickness. Selanjutnya dilakukan
pengukuran countersink, seam
heightyang merupakan dimensi maksimal dari suatu seam
yang diukur sejajar dengan
lipatan seam, seam
thickness yaitu dimensi
maksimal yang diukur
secara tegak lurus terhadap lapisan yang membentuk seam,
tightness rating yaitu pemeriksaan
visual terhadap derajat kekencangan
double seam dilakukan dengan
menganalisis adanya kerutan
dalam cover hook, overlap yaitu panjang bagian badan yang
saling tindih dengan cover hook.
4.1.9. Sterilisasi
Keamanan
dan stabilitas makanan
dalam kaleng secara teknis
sangat tergantung pada
dua faktor utama, yaitu efisiensi penutupan kaleng sehingga menghasilkan
penutupan yang hermetis dan seberapa
jauh efisiensi proses
sterilisasi panas dalam
menginaktifkan mikroba yang
menjadi penyebab potensial kebusukan makanan kaleng. Tujuan utama proses
panas adalah untuk merancang kondisi pemanasan sehingga menghasilkan makanan
kaleng yang steril komersil. Dalam steril komersil, masih terdapat beberapa
mikroba yang masih dapat hidup setelah pemberian panas (sterilisasi). Namun
karena kondisi dalam
kaleng selama penyimpanan
yang terjadi dalam praktek komersial sehari – hari, maka
mikroba tersebut tidak mampu tumbuh dan berkembang biak, sehingga tidak dapat
membusukkan produk dalam kaleng. Proses pemanasan yang diperlukan untuk
sterilisasi makanan kaleng
diantaranya tergantung pada
pH produk yang
akan diproses. Ikan yang termasuk makanan berasam rendahdengan pH di
atas 4,5 memerlukan proses pemanasan
lebih kuat, dibanding
makanan berasam tinggi.
Sterilisasi untuk ikan
biasanya menggunakan suhu 116˚C
atau 121˚ C, dengan
waktu proses yang
bergantung pada cepat lambatnya perambatan
panas untuk mencapai
titik terdingin makanan
dalam kaleng.
4.1.10. Pendinginan
Kaleng
dikeluarkan dari retort
setelah proses dan
segera didinginkan. Jika
tidak segera didinginkan,
kemungkinan besar akan terjadi over
cooking yang menyebabkan hangusnya
daging. Pendinginan dilakukan dengan memasukkan keranjang berisi kaleng panas
ke dalam bak air karena umumnya untuk produk kaleng menggunakan air. Cara lain
adalah dengan memasukkan air dingin ke dalam retort setelah proses selesai. Hal
ini dapat dilakukan jika retort yang digunakan bertipe tegak atau
vertikal. Sebelum proses
dimasukkan ke dalam
air dingin, terkadang
kaleng dicuci dengan air
sabun yang hangat.
Selain pendinginan dengan
air, ada juga
pendinginan udara yaitu dengan membiarkan tumpukan kaleng di
lantai sampai kering sendiri. Pendinginan dengan udara lebih murah tapi juga
beresiko yaitu :terjadi over cooking, perubahan
daging ikan, banyaknya air yang
keluar dari daging
ikan, sehingga daging
menyusut dan dapat
memperbesar kemungkinan
kaleng berkarat, akibat
melekatnya kotoran. Lain
halnya dengan pendinginan
air, resiko di atas tidak akan terjadi. Untuk kaleng besar ataupun
kaleng yang bentuknya tidak teratur, sebaiknya
didinginkan dalam retort
untuk menghindari tekanan
yang berlebihan dalam
wadah dengan mengurangi tekanan dalam retort secara berangsuran. Ini
untuk mengimbangi berkurangnya tekanan dalam dalam kaleng yang juga berjalan
lambat.
4.1.11. Pemeraman dan Pengepakan
Pemeraman
dilakukan setelah pendinginan
selama satu minggu dengan
cara menempatkan kaleng dalam
posisi terbalik pada
suhu kamar (25˚ – 30˚C)
untuk mengetahui kebocoran
kaleng. Kebocoran yang terjadi tidak hanya berakibat pada satu kaleng
yang bocor, tetapi akan mempengaruhi
kaleng – kaleng
lain di sekitarnya.
Pengepakan dilakukan setelah pengeraman. Kaleng
diletakkan dalam master
karton double wall dan
disusun posisi tegak.
Pada tahap ini dilakukan inspeksi akhir untuk melihat mutu produk akhir.
4.2. Kriteria
Kaleng sebagai Bahan Pengemas
4.2.1. Spesifikasi Kaleng
Spesifikasi
kaleng ditentukan oleh
dua kebutuhan, yaitu
: kebutuhan akan
kekuatan yang dimiliki oleh
wadah dan daya
simpan yang dimiliki
oleh produk dalam
kaleng. Kebutuhan akan kekuatan
kaleng perlu disesuaikan
dengan beberapa hal,
yaitu : kecepatan
jalur pengolahan, keadaan dan
kondisi alat penutup
kaleng (atmosfer, aliran
uap air, kevakuman)
yang banyak mempengaruhi
pendinginan dengan tekanan (pressure cooling), serta cara penanganan pasca
proses. Sedangkan kebutuhan terhadap daya simpan isi kalengditentukan oleh daya
korosif produk, lapisan timah putih (tin free steelI), sifat – sifat basic steel-nya, place surface treatment, dan jenis organic coating.
4.2.2. Kaleng Sebagai Bahan Pengemas
Pada unit pengalengan ikan kedudukan kaleng
dengan produk yang dikemas merupakan
salah satu komponen yang sangat menentukan daya awet (self life) produk pasca
proses, sebab apabila mutu dari kaleng yang digunakan baik, maka selama proses
dan setelah proses pengalengan selesai dapat
menjaga kondisi kaleng
agar tetap baik
(Buckle et al,
1987). Kemasan untuk
pengalengan harus memenuhi persyaratan
antara lain :
dapat ditutup secara
hermetis, tahan dalam
pemanasan suhu tinggi dan
aman terhadap produk
serta mampu melewatkan
panas ke dalam
produk secara efektif. Secara
konvensional kaleng terbuat
dari besi baja
dengan kandungan karbon
yang relatif rendah paling
umum digunakan. Berbagai
modifikasi dilakukan karena
makanan yang bersifat korosif terhadap
kaleng dapat mencemari
produk. Pelapisan kaleng
dengan seng (Zn)
serta enamel/resin tahan panas
sesuai dengan sifat
produk yang dikemas telah
dikembangkan untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan tentang kalengadalah
sebagai berikut : konstruksi kaleng (bentuknya) harus sesuai dengan produk
pengalengannya dan tahan waktu sterilisasi serta perlakuan yang akan dialami.
Bagian dalam harus dilapisi lacqueryang tahan akan reaksi dari bahan – bahan
kimia yang akan terbentuk yang berasal dari ikan yang dikaleng. Coatingbagian luar juga harus tahan terhadap
perubahan – perubahan keadaan yang akan dialami kaleng nantinya. Kaleng harus
dipakai pada waktu
tertentu setelah sampai
ke pabrik, karena
ring yang terbuat
dari karet pada bagian tutupnya bila terlalu lama bisa
rusak. Juga kalengnya sendiri bisa karatan
sebelum dipakai, demikian juga coatingnya.
Kaleng juga harus
ditutup dengan mesin penutup
yang telah dipersiapkan dengan
baik sehingga tutupnya
bisa melekat pada
bagian kaleng seperti
yang telah ditentukan. Tetapi
bagian luar dari tutup harus melengkung ke atas dan di bawah bibir badan kaleng
yang menonjol keluar,
kemudian ditekan dengan
kuat sehingga udara
luar tidak bisa
masuk ke dalam kaleng (kedap
udara). Head space dalam kaleng harus cukup, sebab apabila
kurang akibat pengembangan isi kaleng
selama pemanasan dapat menyebabkan kebocoran
pada kaleng. Bagian luar kaleng harus dicuci bersih
sebelum disimpan untuk mencegah menempelnya kotoran – kotoran yang tidak
diinginkan, misalnya bila
ada minyak pelumas
yang menempel pada
kaleng sehingga dapat merusak
kaleng. Kaleng yang telah terisi produk harus disimpan dalam ruangan yang sejuk
dan kering tanpa perubahan suhu yang mencolok.
4.2.3. Pelapisan (coating) pada Kaleng
Pelapisan
(coating) dengan bahan
organik sangat berguna
bagi kemasan kaleng
yang akan digunakan untuk
makanan, yaitu untuk
mencegah reaksi kimia
antara permukaan kaleng
dengan produk yang dikalengkan, terutama bila reaksi tersebut dapat
menurunkan mutu produk. Untuk menghindari
kemungkinan terjadinya proses
karat atau perubahan
warna (discoloration)
produk, pada lapisan
terluar dari lapisan
kaleng bagian dalam
diberi lapisan “lacquer” atau
“coating”. Dari berbagai jenis coating, khusus untuk olahan ikan digunakan
jenis SR (Sulphur resistant) atau
juga disebut dengan
C-enamel yang khusus
ditujukan untuk mencegah terjadinya black sulfida, yaitu noda hitam hasil reaksi
besi dengan sulfidamenjadi FeS. Hal ini disebabkan, daging ikan pada
umumnyabanyak mengandung gugusan
sulfhydril(-SH) yang dapat bereaksi dengan unsur besi (Fe) dari tin
platedan membentuk endapan hitam (FeS) yang menempel pada daging ikan pada
waktu kaleng dibuka.
4.3. Bahan
Pembantu
Bahan baku dan
bahan tambahan yang
dipakai harus tidak merusak atau mengubah komposisi dan
sifat khas ikansardin media saus tomat dalam kaleng, jenis dan dosis
harus sesuai dengan
persyaratan yang berlaku
dari Departemen Kesehatan
RI. Bahan pembentu yang
biasa digunakan untuk
pengalengan ikan lemuru
adalah air dan
es. Air untuk penanganan dan
pengolahan harus cukup
aman dan saniter,
berasal dari sumber
yang diizinkan dengan angka
Coliform (Angka Paling Memungkinkan-APM) maksimal 2 (dua) untuk tiap 100 ml
air. Air
tersebut bertekanan minimal
145,26 per cm (20 pound
per square inch).
Air yang digunakan untuk
tujuan pencucian dan pengolahan, sebelum
dibuang harus disaring
atau dengan perlakuan lain
sehingga air tersebut
bersih memenuhi persyaratan
air dapat diterima
lingkungan yaitu: suhu sesuai dengan suhu air lingkungan, pH kurang
lebih 7. Air yang dipakai untuk kegiatan unit
pengolahan, hendaknya memenuhi
persyaratan air minum dan
secara kontinyu diperiksa
ke laboratorium yang telah
diakreditasi oleh pemerintah.
Es harus dibuat
dari air yang
bersih, yang memenuhi persyaratan
air minum. Penggunaannya es harus ditangani dan disimpan di tempat yang
bersih agar terhindar
dari penularan dan kontaminasi
luar. Peranan es
sangat penting sekali pada pengolahan ikan kaleng. Es
berfungsi untuk menurunkan suhu pada ikan maupun air guna untuk menekan laju
pertumbuhan bakteri pembusuk.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Pembuatan ikan sarden merupakan teknologi
pengawetan makanan dengan teknik pengalengan yang terbuat dari ikan
sarden/lemuru. Pengalengan ini bertujuan untuk memperpanjang daya simpan. Pengalengan
merupakan metode pemasakan bahan, pengisian bahan ke dalam kemasan, pengisian
medium, penghampaan udara, proses sterilisasi,
pendinginan dan penyimpanan. Perpanjangan daya simpan terjadi
karena mikroorganisme dan enzim dimatikan.
5.2 Saran
Bahan
baku ikan lemuru
yang akan diproses
sebaiknya dipilih yang benar-benar
segar sehingga dapat memberikan
mutu produk akhir
yang baik. Preparasi
sebelum melakukan proses pengolahan ikan
lemuru harus dilakukan
secara optimal ,
sehingga diharapkan hambatan
– hambatan yang terjadi pada saat berjalannya alur proses dapat
dihindari. Pemrosesan harus benar benar dengan baik dan steril agr produk yang
di dapat optimal.
Belvi
Vatria. 2006. Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Fish
Canning). Jurnal Belian Vol 5 No. 3 Tahun 2006:174-181. Politeknik Negeri
Pontianak
Fadli,
Wan Khairul. 2011. Manajemen proses pada pengalengan ikan lemuru (Sardinella
Longiceps) di PT. Pasific Harvest Banyuwangi Jawa Timur. Akademi Perikanan
: Sidoarjo
Fauzi
akbari. 2015. Pengalengan ikan sarden. Universitas trunojoyo : Madura
Fitri
Rahmawati, MP. 2015. Teknologi bahan makanan. Teknik Boga dan Busana FT
: UNY
Maleva,
D. 2011. Dasar-dasar pengawetan, teknologi hasil perikanan. Universitas
Brawijaya: Malang
Mayasari,
Lina Dwi. 2013. Pengaruh hasil tangkapan ikan lemuru terhadap produksi
pengalengan ikan PT. Maya Muncar Banyuwangi. FakultasEkonomi Universitas
Negeri Surabaya : Surabaya.
Nurnaningsih.
2015. Efektivitas pengawetan bahan makanan. Universitas Indonesia : Jakarta
Rasyid,
A. 2013. Isolasi asam lemak tak jenuh majemuk omega-3 dari ikanlemuru
(Sardinella Sp). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional 30-31 Juli
2003. Jakarta.
Supli
Effendi M. 2015.Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Lemlit Unpas :
Bandung
Winarno,
F. G, (1994). Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen, Kimia Pangan dan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Wulandari,
Dyah Agustin., Indah Wahyuni Abida., Akhmad Farid. 2009. Kualitas mutu Bahan
mentah dan produk akhir pada unit pengalengan ikan sardine di PT. Karya
Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi. Jurnal KELAUTAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar